JAKARTA – Kabar gembira bagi honorer kategori satu (K1). Pemerintah telah
menetapkan per 1 Desember 2012, honorer K1 resmi menjadi calon pegawai negeri
sipil (CPNS). Tidak hanya honorer K1 yang telah klir sebanyak 49.714 orang,
sisa yang saat ini masih diaudit oleh quality assurance (QA) juga resmi
menyandang CPNS.
"Pemerintah telah menetapkan
honorer K1 resmi CPNS 1 Desember. Jadi meski nomor induk pegawai (NIP) belum
selesai ditetapkan, mereka sudah sah sebagai CPNS," kata Sekretaris Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Sesmenpan RB) Tasdik
Kinanto usai peresmian media center Kemenpan RB kemarin (19/12).
Ia menjelaskan, Menpan RB Azwar Abubakar telah menyerahkan formasi pada
415 instansi (29 instansi pusat dan 386 daerah) dengan jumlah kuota 49.714
orang. Penyerahan ini merupakan tahap pertama. Selanjutnya akan diberikan lagi
instansi yang telah dinyatakan klir oleh Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP).
"Sisanya sekitar 21 ribu orang masih diperiksa lagi. Yang sudah selesai
akan diserahkan lagi instansi pusat dan daerah. Tetapi, mereka sudah CPNS per 1
Desember juga," ujarnya.
Dia mengakui pengurusan honorer K1 memang agak lamban. Tasdik beralasan
pemerintah tak mau gegabah. Jangan sampai ada honorer yang datanya tidak benar. ’’Ini menyangkut nasib orang
loh. Kalau tidak teliti, bisa-bisa yang berhak diangkat CPNS justru tidak
diangkat. Demikian sebaliknya,” ucap dia.
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Eko Sutrisno menambahkan, saat ini
ada 32 kabupaten/ kota yang sedang diaudit dengan tujuan tertentu dan 15
kabupaten/kota diaudit oleh QA BPKP karena memiliki tenaga honorer yang lebih
dari 500 orang.
Itulah sebabnya ke-47 daerah
tersebut tidak diundang dalam rakornas penyerahan formasi honorer K1. "Karena
masih ada masalah, makanya mereka tidak diundang. Mereka nanti tetap diundang
kalau sudah selesai diperiksa," tandasnya.
Meski pemerintah belum memutuskan apakah moratorium CPNS yang berakhir 31
Desember mendatang dilanjutkan atau tidak pada 2013, peluang adanya seleksi
tetap terbuka.
Hal ini tersirat dari pernyataan Menpan RB Azwar Abubakar, yang
mengisyaratkan rekrutmen CPNS tetap dilaksanakan tahun depan.
"Penerimaan pegawai berkisar 50-60 persen dari jumlah pegawai yang
pensiun. Jadi kalau ada 120 ribu PNS yang pensiun setiap tahun, maka kuota yang
disediakan sekitar 60 ribu saja,” ujar politisi Partai Amanat Nasional (PAN)
ini kemarin.
Ia juga menekankan agar rekrutmen CPNS yang selama ini banyak diwarnai
dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) segera ditinggalkan. Melalui
analisis jabatan, sistem rekrutmen dan testing secara elektronik merupakan
upaya menghilangkan praktik-praktik KKN.
Selama ini, para pelaku KKN seperti dininabobokkan dengan iming-iming sejumlah
uang yang diterimanya, tanpa berpikir telah merusak mental anak bangsa.
"Anak-anak tidak percaya lagi dengan ujian, tidak percaya dengan
testing. Mereka berprinsip bahwa untuk jadi PNS bisa menitip kepada
saudaranya," ujar dia.
Bukan saja dalam penerimaan CPNS lewat jalur umum, tetapi juga honorer,
yang telah cukup lama menyandera manajemen kepegawaian. Adanya tenaga honorer tertinggal
atau tercecer, menurut Azwar, merupakan bukti telah terjadi praktik KKN.
"Saya minta kepada pemda untuk mengalokasikan anggaran pendidikan
pegawai, setidaknya 12 hari dalam setahun,” tukas dia. Namun diingatkannya agar
pemda juga memangkas anggaran pegawai menjadi sekitar 40 persen dari APBD.
Sembilan Daerah Blacklist
Kegiatan penerimaan CPNS tidak pernah lepas dari beberapa penyimpangan.
Hal ini terungkap dalam laporan Ombudsman RI yang menerima 60 pengaduan terkait
penyelenggaran CPNS tahun 2012. Menurut Komisioner Ombudsman Budi Santosa,
pengaduan itu diperoleh dari Pos Pengaduan Penerimaan CPNS yang dibuka sejak 1
Agustus hingga 15 Oktober 2012.
"Hasil laporan ini ada yang diadukan masyarakat secara langsung ke
Ombudsman Pusat, ada juga melalui cabang kami di daerah. Ada tujuh kantor," ujar Budi dalam jumpa pers di kantornya kemarin (19/12).
Adapun pengaduan yang diterima Ombudsman untuk kategori tidak lulus
administrasi sebanyak 15 aduan. Jumlah ini diperinci dari Provinsi Nusa
Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat sebanyak empat aduan, Daerah Istimewa
Jogjakarta (DIJ) dan Jawa Tengah (Jateng) dua aduan, serta Sumatera Utara
sembilan aduan.
Selain itu, Ombudsman juga menerima aduan adanya tindakan administratif
sebanyak tiga aduan. Dua di antaranya langsung dilaporkan ke Ombudsman Pusat,
sedangkan satu aduan berasal dari Jawa Timur.
Praktik curang dan dugaan suap juga diadukan dengan jumlah lima laporan.
Satu laporan berasal dari Jakarta, DIJ, dua aduan dari Maluku dan Sulawesi
Selatan.
"Kami juga menerima aduan tidak menerima kartu ujian sebanyak tujuh
aduan, kekeliruan penulisan nama sebanyak dua aduan, dan manipulasi dokumen
satu aduan dari NTT,” papar Budi.
Ombudsman, lanjut dia, juga menerima pengaduan mengenai hasil pengumuman
CPNS yang tidak valid sebanyak delapan aduan. Penundaan pengumuman hasil tes
kompetensi dasar (TKD), tutur Budi, juga dilaporkan masyarakat sebanyak dua
aduan. Sementara itu, sisanya adalah aduan mengenai nilai ambang batas (passing
grade) sebanyak dua aduan, perbedaan kuota satu aduan, dan lain-lain sembilan
aduan.
"Dari 60 laporan itu, yang telah dilakukan proses tindak lanjut sesuai
kewenangan Ombudsman dan kantor perwakilannya sebanyak 57 aduan. Sisanya tiga
aduan masih dalam proses tindak lanjut. Dari 57 laporan, sudah ada 49 laporan
yang berhasil diselesaikan baik oleh panitia di daerah maupun pusat," papar
Budi.
Menurut dia, secara khusus Ombudsman RI menyayangkan masih terjadinya
beberapa kali keterlambatan dalam pengumuman di setiap tahapan seleksi penerimaan
CPNS tahun ini. Setidaknya terjadi dua kali penundaan pengumuman hasil yang
tidak sesuai atau meleset dari jadwal yang ditetapkan. Hal itu, kata dia,
menimbulkan pertanyaan dan kecurigaan di lapangan terkait transparansi dan
akuntabilitas di dalam proses penerimaan CPNS.
Selain itu, terjadinya keterlambatan juga menunjukkan kurang adanya
perencanaan dan koordinasi yang matang di antara elemen kepanitiaan pusat
penerimaan CPNS tahun 2012 ini.
Menanggapi masih adanya praktik curang atau dugaan suap proses CPNS di
sejumlah wilayah, maka Ombudsman RI berharap kepada panitia rekrutmen di pusat
maupun daerah untuk menindak dan memberi sanksi yang tegas terhadap oknum-oknum
yang terbukti melakukan praktik-praktik sebagaimana yang diadukan.
Budi mengatakan, pihaknya sangat mendukung jika panitia rekrutmen membawa
tindak praktik curang itu pada proses hukum sesuai peraturan perundangan yang
berlaku. Terutama apabila ditemukan indikasi terjadinya tindak pidana di
dalamnya.
"Ombudsman RI berharap pada proses seleksi penerimaan CPNS pada
tahun-tahun berikutnya berlangsung lebih baik, transparan, dan akuntabel," pungkas Budi. (jpnn/p5/c1/ary)